Dalam memperkenalkan wajah “Ranah Minangâ€, propinsi Sumatera Barat membangun anjungan di TMII dengan model rumah Gadang dan sebuah balairung sebagai bangunan induknya. Rumah ini aslinya dihuni oleh sebuah keluarga besar yang dikepalai oleh seorang Ninik Mamak yang bergelah Datuk, sedangkan balairung aslinya merupakan tempat bermusyawarah para Ninik Mamak. Namun di anjungan ini, kedua bangunan tersebut digunakan memamerkan aspek budaya dan aktifitas kesenian sesuai dengan fungsinya sebagai Show Window daerah Sumatera Barat.
Rumah Gadang yang terdapat di anjungan ini adalah model rumah Gadang Sembilan Ruang Empat Deret. Bangunan itu aslinya berdiri diatas tiang, namun di TMII kolong bawahnya telah dirubah menjadi ruang perkantoran, tempat aktifitas pengelolaan anjungan ini berlangsung, sejak pukul 08.00 wib s/d 18.00 wib setiap hari. Ruang atas bangunan dipakai untuk memperkenalkan berbagai aspek tradisional, antara lain: busana adat, pelaminan pengantin Padang Pariaman, kain Songket Silungkang, dan seperangkat musik Talempong. Digambarkan pula struktur pemerintahan Kerajaan Pagaruyung di masa lalu yang dikenal dengan sebutan Rajo Tigo Selo, Basa Ampek Balai.Rajo Tigo Selo menjelaskan tiga fungsi raja, yaitu sebagai raja alam, raja adat, dan raja ibadat.Sedang Basa Ampek Balai adalah para pembantu raja yang terdiri dari Tuan Kadi (menteri Agama), Andomo (menteri keuangan), Mangkudum (menteri dalam negeri), dan Jabatan Tuan Gadang (menteri pertahanan) yang masing-masing telah ditentukan dari daerah mana mereka harus berasal.Sedang cerminan demokrasi terlihat dari adanya jabatan wakil rakyat, yang disebut Datuah Bandaro Kuniang yang bertempat di Limo Kaum.Di ruangan ini para “pejabat†tampil dalam bentuk boneka-boneka berpakaian tradisional, dengan warna dominan hitam, merah, kuning, dan putih.
Balairung anjungan Sumatera Barat difungsikan sebagai tempat aktifitas kesenian dan balai pertemuan.Balai ini memang tidak pernah sepi dari aktifitas kesenian, karena berbagai kesenian Sumatera barat kini bnerkembang pesat dan makin disukai baik dari warga Sumbar maupun dari luar daerah.Pada hari Minggu dan libur, anjungan ini kerap mengadakan acara-acara seperti Lomba lagu Minag, parade tari Minang, manghoyak Tabuik dan peragaan berbagai upacara adat.Bangunan lainnya adalah surau, yang difungsikan sebagaimana mestinya, serta sebuah kafetaria sederhana, tempat orang dapat berkenalan dengan berbagai macam masakan padang.
Ranah Minang adalah gambaran sebuah “nagariâ€, dimana alam dan budayanya bercorak amat khas. Konon, sistem kekerabatan matriarkat yang dianut merupakan satu-satunya yang ada di dunia pada saat ini.Dalam sistem ini, figure ibu sangat dihormati dan peranannya sangat besar dalam sebuah keluarga.Semua harta warisan seluruhnya adalah milik ibu (wanita).Oleh karena itu, kamu lelaki harus bersikap mandiri. Sikap demikian ditumbuhkan sejak masa kanak-kanak, dengan cara melatih hidup terpisah dari orang tua. Pemuda Minang sejak kecil telah terbiasa hidup di Surau, tempat “perantauannya†yang pertama sebelum mereka melangkah ke tempat yang lebih jauh.Namun dimanapun mereka berada mereka senantiasa rindu kampuang.Itulah sebabnya anjungan Sumatera Barat tak pernah sepi dari kunjungan dan partisipasi masyarakat Minang. Mungkin sekedar ingin melepas rasa rindu kampuang itu, sebelum sempat menjenguk ibu pertiwinya, Ranah Minang.
www.tamanmini.com